Review Prayer Room di Ninoy Aquino International Airport (NAIA)

Beberapa waktu sebelum saya berangkat ke Manila, tentu sudah kubrowsing segala info tentang NAIA di Manila. Yang terpenting adalah apakah ini bandara punya mushola, mengingat muslim di kota ini sangat minoritas. Tak banyak info bisa kudapatkan, mulai dari situs resmi bandara, blog orang, atau media social. Yang banyak muncul malah tentang bobroknya bandara ini, entah dijuluki sebagai salah satu bandara terburuk di Asia, kebersihan yang kurang terjaga, atau wifi yang terbatas penggunaannya. Mostly orang-orang (yang akhirnya kuketahui kebanyakan mereka dari negara maju) bicara tentang kejelekan bandara ini. Kupikir, wah kalo yang review fasilitas bandara di negara berkembang adalah orang bule from western country, saya sebagai rakyat jelata di negara yang juga sedang berkembang merasa wajar donk ya kalo review ini gak bisa ditelan mentah-mentah. Transjogja yang rasanya udah ada kemajuan bagi rakyat Jogja bisa jadi parah banget bagi bule Eropa 😃, begitulah kuputuskan ga usah dipikir banget-banget review mereka.

Tentang mushola, ada sedikit info yang melegakan dari blog yang lupa itu punya siapa (makasih banget untuk orang-orang yang telah menuliskan info itu). Bandara ini punya prayer room tapi hanya di terminal tertentu. Gak begitu jelas infonya, tapi bikin lega sementara lah.  That’s why melalui tulisan ini saya mau kasih informasi yang jelas buat Anda.

Dari lantai 4 NAIA
Tiba di NAIA sekitar pukul 5.20 pagi, belum sholat subuh. Waktu subuh di Manila sekitar pukul 5 jadi kupikir masih ada waktu. Saya tiba di terminal 1, lalu melewati area transit yang sepi dan hanya ada dua toko souvenir di kanan dan kirinya. Tak ada tanda-tanda keberadaan mushola di sana. Maju dikit sudah masuk imigrasi. Tanya ke bagian informasi, dijawab oleh lelaki 30an tahun kalo bandara tidak punya prayer room. Shock betulan, sedih betulan. Kuputuskan keluar imigrasi aja, siapa tau ada ruangan yang bisa kupake buat sholat. Proses di imigrasi cukup lancar, saya ditanya untuk keperluan apa ke Philippine, berapa lama, kapan balik Indonesia, sudah ada tiket pulang belom.

Tampak depan
Sampai di baggage claim, kutanya lagi ke seorang staff bagian bagasi apakah ada prayer room. Nampak ragu, dia menjawab di lantai 4 ada, tinggal naik lift. Memastikan, kutanya lagi ke seorang cleaning service yang juga nampak ragu menjawab, dia juga menjawab lantai 4. Satu kali lagi kutanya ke satpam yang jaga di dekat lift di area kedatangan, kata dia juga di lantai 4. Begitu sampai lantai 4, yang pertama ditemukan adalah kapel. Jangan-jangan ini yang dimaksud prayer room oleh mereka tadi. Makin siang mendekati pukul 6. Kuputari lantai 4 yang berbentuk huruf O kotak itu. Suasananya dipenuhi kantor-kantor airlines seakan lantai 2 FEB UGM. Bertanya lagi ke satu orang bapak, dia menunjuk ke satu arah. Kutemukanlah papan petunjuk bertuliskan “muslim prayer room”. Senyum mengembang. Kutelusuri arah itu, jauh, diujung, belum ketemu juga. Satu staff memberi salam “assalamu’alaikum” padaku, dan beliau menunjukan jalan setelah kutanya. Masih jauh, makin jauh, seakan menuju gudang di basement mall di Jogja. Akhirnya, kertas A4 tertempel di dinding bertuliskan  Mesjid, prayer room menunjuk arah kiri. Akhirnya sampailah saya di tempat yang dikatakan Mesjid itu.


Dua pintu berhadapan, ke kiri untuk jamaah pria, ke kanan untuk jamaah perempuan. Kubuka female prayer room. Ada satu orang pake rukuh sedang tidur di sana. Ruangan cukup luas sekitar 4 meter x 8 meter berkarpet merah bersih. Ada 3 almari di sana berisi pakaian jas yang digantung di luaran, satu cermin dan meja, dispenser dan ruang wudhu di ruangan terpisah seperti dapur. Alhamdulillah wallahuakbar. Rukuh juga tersedia. Kubuka kompas handphone untuk tau arah kiblat, sajadah kugelar. Akhirnya bisa sholat shubuh. 

View dari prayer room
Beberapa menit kemudian satu wanita 50an tahun berjilbab masuk. Terlihat dari seragamnya dia nampak seorang yang bekerja di bandara, dan benar, dia adalah seorang enterpreteur (bener ga sih nulisnya). Bertanya padaku dari mana asalku, untuk apa ke Manila, saat aku masih mengenakan rukuh. Orang yang ramah. Beberapa orang datang lagi, dan juga mengembangkan senyumnya padaku. Hilir mudik mereka ke mushola kecil ini. Kemudian kuketahui kalo ruangan ini juga mereka gunakan sebagai rumah ke-2, markaz untuk istirahat para staff muslimah bandara yang bekerja dengan sistem shift. Ada yang datang dan tidur, tidur lalu pergi.


Mereka sangatlah ramah dan mempersilahkanku untuk stay di ruang ini, tidur pun tak apa. Mereka menawari air hangat jika ingin minum, ada pula kopi tinggal diseduh. Jika boleh kubilang, ruangan ini seperti surganya NAIA bagi muslimah. Tak hanya sangat ramah bagi musafir tapi juga di ruangan ini kutemukan komunitas kecil para muslimah yang bekerja di bandara. Melihat ini saya jadi sedih kalo melihat banyak tulisan di masjid Indonesia “dilarang tidur di masjid”. Negara dengan mayoritas penduduk muslim malah gak seramah itu.



Pagi itu kubahagia, semudah itu. Saya sempatkan tidur di sana, sangat nyaman. Cuma ada saya, satu orang asing yang di mushola hari itu. Saya bebas bikin cereal dan mie gelas untuk sarapan. Agak siang, satu wanita 30an tahun yang kemudian saya ketahui dia seorang muallaf membawakanku makan siang (nasi, ayam, minum, kentang goreng). Dia memaksaku makan bersamanya, menangislah hatiku, terharu Allah kirimkan orang baik di negeri ini. Hari itu, hingga dhuhur tiba saya masih sangat betah berada di mushola yang dari jendela luasnya, saya bisa melihat kenampakan pesawat berlalu-lalang, menunggu penerbangan selanjutnya pukup 7 malam nanti ke Laoag City.





Komentar

  1. Maaf mau tny di imigrasi nya ribet ga ya? Soalnya baca dimana2 imigrasi Philippin rada2 gmn gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya mudah-mudah saja kok. Petugas imigrasinya perempuan dan ramah. Yang penting jelas tujuannya dan bisa menjelaskan dengan detil :)

      Hapus
  2. Thank you sis, aku uda deg2an aja mau shalat dimana.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer